Jumat, 24 Juni 2011

THE POWER OF ACCEPTANCE (KUASA PENERIMAAN)


THE POWER OF ACCEPTANCE
(KUASA PENERIMAAN)



Penerimaan merupakan hal yang sangat luar biasa dalam sebuah penginjilan. Saya teringat suatu kali gereja di tempat saya melayani mengadakan ibadah doa yang konsisten meminta jiwa-jiwa baru untuk datang dalam ibadah minggu. Hingga suatu minggu dalam acara ibadah masuklah seorang wanita dengan dandanan yang cukup menor. Semua mata memandang dengan tatapan tajam bak rajawali hendak menerkam mangsanya. Ia duduk sendirian di bangku belakang dan nampak gugup dengan sorot pandangan mata yang gelisah.Rata-rata jemaat memandang dan seolah menolak kehadirannya. Saya melihat dia yang tengah grogi dan sangat gelisah. Saya menyenggol teman sepelayanan yang wanita untuk duduk menemani jiwa baru itu. Namun ia enggan,”Engga ah, Dave, dia pasti pelacur lihat saja dandanannya. Belum lagi lirikannya itu..ih menjijikkan.”
Saya mengerutkan dahi dan menghela nafas, kadang saya heran dengan saudara-saudara seiman, bukankah kita yang berdoa minta jiwa baru untuk datang ke gereja namun sekarang setelah ada jiwa baru malah diabaikan oleh karena statusnya. Saya percaya bagi seorang yang “hidup dalam dosa” dan sudah membulatkan hati untuk datang dalam sebuah ibadah untuk mencari Tuhan, itu saja sudah merupakan keberanian yang luar biasa baginya.

Setelah beberapa menit saya mencari rekan wanita yang mau duduk menemaninya dan tak seorangpun mau. Dalam hati, saya bergumul juga. Apa yang harus saya lakukan? Kalau saya hampiri dia, nanti jemaat yang lain akan berkata apa? Namun kalau saya acuhkan, ini jiwa baru yang selama ini kita doakan. Bukankah ini merupakan jawaban doa kami, Tuhan telah mendengar dan mengirimkan jiwa yang membutuhkan DIA? Saat saya mulai ragu, ada dorongan yang kuat dalam hati saya untuk menyapanya. Tersrah apa kata jemaat atau rekan sejawat saya, Tuhan yang tahu isi hati saya. Akhirnya saya putuskan untuk menghampirinya dan menyapa, ”Shalom, selamat datang, Mbak.” Wajahnya yang tadinya tegang kini nampak sedikit santai terlebih melihat saya tersenyum padanya dengan ramah. “Nama saya, Dave, pekerja di gereja ini. Kami senang menyambut kedatangan Anda.” Lalu sepanjang kebaktian itu saya duduk di sebelahnya dan menemaninya.
Setelah ia mendengarkan khotbah yang disampaikan Bapak Gembala dan saat diadakan altar call, akhirnya ia berlari ke depan mimbar untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Dia mungkin memiliki profesi yang tak layak, ia sadar ia hidup dalam dosa oleh sebab itu ia mencari Tuhan.
Mungkin yang lain tidak suka padanya sebab profesi yang ia jalankan. Saya percaya ia pun tak suka pada profesinya, namun saya dapat pastikan pasti ada suatu latar belakang yang menyebabkan ia terjerumus dalam lembah hitam itu. Tuhan Yesus membenci dosa namun Ia mengasihi dan mati untuk menebus orang berdosa. Kalau Tuhan Yesus mau menyambut kita orang yang nota bene berdosa, siapakah kita yang mau menghalangi orang berdosa lainnya dari pengenalan akan Tuhan Yesus?

Kisah lainnya adalah saat saya melayani di sebuah organisasi gereja yang berbeda yang saya dipercaya untuk memimpin departemen penginjilan, saat itu gereja tersebut tengah mengembangkan pelayanan kaum muda (youth ministry and church). Kami berdoa agar Tuhan mempertemukan kami dengan jiwa-jiwa yang haus dan lapar akan kebenaran. Suatu hari saya duduk di sebuah mall dan bertemu segerombolan anak punk dengan dandanan mereka yang eksentrik dan tata rambut yang alamak....heboh abis !!!!!!
Pendek cerita, akhirnya kami berbincang-bincang tentang banyak hal, dari masalah musik sampai pada kehidupan. Beberapa di antara mereka tertarik pada pokok pembicaraan mengenai luka bathin dan akibatnya bila hidup dalam kepahitan. Hingga akhirnya mereka setuju untuk pergi dan menghadiri ibadah di gereja.

Minggu itu saya sangat bersemangat menantikan kehadiran mereka, Ketika tengah bertugas sebagai singer saya melihat mereka datang namun sungguh disayangkan usher (penerima tamu) tak mengizinkan mereka masuk karena melihat “dandanan” mereka yang eksentrik dan aneh. Ingin rasanya saya turun dari mimbar dan mengajak mereka masuk namun tidak bisa. Jiwa baru yang ingin mengenal Tuhan terlepas akibat cara berpakaian yang aneh bagi sebagian orang. Tuhan telah memperingatkan Samuel dan juga kita,”Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.”(1 Sam 16:7)
Kadang kita berdoa agar banyak jiwa diselamatkan namun bila yang datang “tidak sesuai dengan harapan”, kita terkejut dan buru-buru menolak kedatangan mereka. Tuhan tidak pernah memandang muka, Ia menerima semua orang berdosa yang menyadari kesalahan-kesalahannya. Bagaimana dengan Anda dan saya? Teladan siapakah yang kita ikuti, Tuhan Yesus atau orang Farisi?

LAMPU HIJAU ATAU LAMPU MERAH?

Ada banyak orang Kristen yang merasa dirinya sebagai “penegak kebenaran”, yang pekerjaannya menunjuk dosa saudara seiman dan lebih heboh lagi terhadap mereka yang belum percaya. Saat khotbah disampaikan dari atas mimbar maka orang seperti ini biasanya mulai menengok ke kanan-kiri atau muka belakang, mencari-cari temannya di gereja, sambil berkata dalam hatinya,”Ah khotbah ini cocok bagi Ibu Anet, sayang tidak hadir. Besok perlu ke rumahnya untuk menyampaikan teguran ini.” Khotbah yang dia dengar selalu untuk menegur orang lain dan bukan untuk mengkoreksi kehidupannya sendiri. Saat ia bergaul dengan orang belum percaya, ia dapat membagikan kebenaran dengan baik namun sering kali menjadi sandungan sebab hidupnya tak berpadanan dengan apa yang utarakan. Ia selalu merasa dirinya benar dan orang lain salah.

Peristiwa lain lagi, suatu pagi dalam acara kesaksian di gereja kami, hadirlah seorang penginjil wanita dari daerah. Ia bersaksi bagaimana dalam penginjilannya Tuhan mengizinkan penganiayaan terjadi. Suatu kali ia melihat segerombolan preman jalanan sedang minum minuman keras di pinggir jalan lalu ia menghampiri mereka dan berseru,”Bertobatlah sebab Kerajaan Tuhan sudah dekat!” Langsung botol minuman yang telah kosong mendarat di jidat beliau, dan beliau harus dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk dijahit luka pada dahinya.
Kita perlu tulus dalam melayani jiwa-jiwa namun juga cerdik atau berhikmat dalam cara kita melakukan pendekatan.
Sikap tadi di atas seolah “lampu merah” bagi orang yang belum percaya atau belum bertobat.

Bagaimana kita dapat memberikan sinyal “lampu hijau” hingga orang –orang menyukai kita. Sebenarnya hal ini sangat mudah asalkan kita melakukannya dengan hati yang tulus dan murni.
1. TERSENYUMLAH, semua orang senang melihat seseorang yang tersenyum. Tanyakan pada diri anda sendiri, apakah Anda senang melihat boss Anda tersenyum atau marah-marah?
2. BERSIKAP BERSAHABAT, semua orang senang bersahabat dengan orang yang hangat, tulus, bisa dipercaya dan diandalkan.
3. MENDENGARKAN, banyak orang senang berbicara namun sedikit yang mau mendengarkan keluhan permasalahan orang lain. Dunia yang kita hidupi sekarang penuh dengan orang yang egois, apakah Anda mau tampil beda sebagaimana Kristus telah hidup?
4. PEDULI, jadilah seorang yang peka saat melihat orang di sekitar Anda. Apakah kebutuhannya hari ini? Berdoa dan mintalah pimpinan Roh Kudus agar pada hari itu Anda dapat menjadi berkat bagi seseorang.
Teladan kita adalah Tuhan Yesus, Ia menghidupi standar kekudusan tetapi Ia tak pernah menghakimi rekan bicaranya. Ia hidup dan memberitakan teladan pada orang lain. Tuhan Yesus tak pernah kompromi dengan dosa tetapi mengasihi mereka yang berdosa. Ia menolong setiap orang berdosa untuk menyadari dosanya dan menuntun mereka pada kebenaran tanpa paksaan. (Yohanes 4, Lukas 5:27f, Lukas 19).

PENERIMAAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT PENGINJILAN

Saat kami merintis sebuah gereja beberapa tahun yang lalu di Surabaya. Tuhan menaruh dalam hati kami untuk melayani mereka yang selama ini ditolak atau kurang diperhatikan gereja pada umumnya. Kami merintis sebuah persekutuan di rumah sederhana di sebuah gang kecil di daerah yang sedikit kumuh. Kami menggunakan salah satu ruang tidur dari keluarga jemaat tersebut. Orang-orang pertama yang kami layani adalah anak-anak muda maupun pasangan muda. Tidak ada yang signifikan, ibadah dilakukan dari rumah ke rumah. Satu saja yang kami miliki, yaitu kerinduan untuk bertemu dengan Tuhan dalam hadiratNya.
Kesadaran akan penerimaan Tuhan yang sangat besar bagi kami, membangunkan kesadaran yang lain yaitu kesadaran untuk menjadi saksi Kristus dan menerima orang-orang berdosa yang mau bertobat. Tidak seperti gereja lain yang memiliki fasilitas, kami hanyalah sekumpulan anak-anak muda yang ingin “do something”(melakukan sesuatu) bagi Tuhan yang telah mengeluarkan kami dari lumpur dosa.
Di kala Ambon membara, banyak sekali keluarga-keluarga yang terpisah. Kala kerusuhan terjadi disana, mereka eksodus ke kota-kota lain yang dianggap aman, salah satunya adalah kota Surabaya. Beberapa orang ibu muda yang kami kenal pada akhirnya melacurkan dirinya di pelabuhan karena kesulitan mendapatkan pekerjaan dengan tingkat pendidikan yang rendah, minim pengalaman kerja dan juga tak punya modal untuk usaha sedang suami entah dimana. Beberapa gereja yang ada menolak mereka karena profesi tersebut, sayang sekali. Hingga seorang pemuka agama lain menerima mereka untuk tinggal di rumahnya. Meski sudah dicekoki ajaran agama lain tersebut, hati mereka tetap terpaut pada Tuhan Yesus. Mereka gundah sebab melihat “saudara-saudara seiman” menolak mereka, kalau memang saudara mengapa mereka ditolak dan bukannya ditolong?
Dalam kegundahan itulah salah seorang ibu menghadiri ibadah yang kami adakan, dan ia mengalami jamahan dari Roh Kudus. Mulai saat itulah beberapa ibu dari kelompok tersebut menghadiri ibadah kami secara reguler dan kami layani konseling. Kami rindu untuk menolong mereka namun dana kami terbatas. Kami berdoa dan akhirnya Tuhan membuka jalan, sebuah organisasi gereja lain, pada akhirnya mau menampung ibu-ibu ini dan menolong mereka agar dapat pekerjaan yang layak.

Pada waktu yang lain, seorang pelaut datang ke pastori gereja kami. Tubuh besarnya menggigil ketakutan. Lalu saya bertanya,”Kenapa kamu sampai gemeteran gitu?” “Tolong sembunyikan saya, ada orang-orang M (suku tertentu) mau membunuh saya...” Kami mengizinkan ia masuk dan berbincang-bincang mengenai permasalahan yang tengah ia hadapi. Rupanya di pelabuhan ia bertengkar dengan seorang pelaut lainnya dari suku tersebut. Ia emosi dan memukul pria tersebut, orang tersebut tidak terima dan memanggil teman-teman sekampungnya.
Pria muda ini bukanlah jemaat gereja kami, ia salah satu “trouble maker” di daerah kami tinggal. Sering kali ia mengganggu jemaat wanita di gereja kami. Namun malam itu, wajahnya pucat pasi ketakutan.
Saat kami berbincang-bincang ia menyadari bahwa bila ia terbunuh maka ia pasti masuk neraka. Lalu ia bertanya bagaimana caranya agar ia beroleh penebusan dan keselamatan dari Kristus. Kami menerangkan dan membimbingnya untuk lahir baru malam itu, bukan menjadi malam yang menakutkan lagi baginya namun malam yang penuh sukacita. Sebab ia bertemu dan diselamatkan oleh Kristus Yesus.

Kita perlu peka membaca situasi suatu permasalahan entah itu berat ataupun ringan, dapat digunakan oleh Tuhan untuk membawa seseorang padaNya. Ada kalanya ketika kita melihat saudara seiman dalam masalah kita acuh saja, sebab “untuk apa pusing dengan orang lain, kita juga sudah pusing dengan masalah sendiri”...”urus aza masalah masing-masing”....dan masih banyak alasan yang egois sekali dalam hidup kita.
Mengapa penginjilan mandul? Sebab ada begitu banyak orang Kristen yang hanya melihat atau memikirkan dirinya sendiri dan tak peduli pada orang lain. Kita mengatakan bahwa teladan hidup kita adalah Kristus namun sudahkah kita mengikuti teladanNya?

Kristus memiliki kasih yang sempurna yaitu Agape. Kasih tak bersyarat, kasih yang tetap menerima “walaupun”......ingat kisah anak terhilang dalam Lukas 15? Kasih sekualitas ituah yang harus kita miliki. Dan itu hanya dapat kita miliki bila kita memiliki hubungan yang benar dan intim bersamaNya.

Suatu kali salah satu anggota jemaat yang kami gembalakan tersandung masalah hukum hingga masuk ke dalam penjara. Beberapa orang anggota jemaat yang lain bertanya pada saya,”Pak Pendeta, apa yang harus kita lakukan bila “si A” telah keluar dari penjara?” Untuk beberapa saat saya termenung dan Roh Kudus memberikan jawaban pada saya,”Kita harus menerima dia kembali dengan kasih Agape.”
Seminggu kemudian kami mengunjungi dia di penjara, menjenguknya tanpa mengkhotbahi atau menghakimi dia. Dia datang dan berbicara,” Pak, maafkan saya, karena saya sudah mengecewakan Bapak maupun Tuhan.” “Tidak apa-apa, semua orang bisa saja terpeleset melakukan kesalahan, yang terpenting kamu sadar sudah melakukan kesalahan dan mau kembali ke jalan Tuhan.” Pada akhirnya selepas dari penjara ia kembali beribadah di gereja dan jemaat yang lain pun dapat menerimanya kembali.

Tidak ada komentar: