Jumat, 26 Agustus 2011

POWER OF HEARING (KUASA DALAM MENDENGARKAN)


POWER OF HEARING
(KUASA DALAM MENDENGARKAN)



Tahukah saudara bahwa ada kuasa Tuhan saat kita mendengarkan seseorang mencurahkan isi hatinya pada kita? Alkitab mengajarkan “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab kemarahan manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Tuhan.”(Yakobus 1:19-20).
Dulu saya berpikir bahwa untuk menyampaikan berita Injil, pertama-tama saya harus memiliki kecakapan berbicara yang kharismatik hingga sang pendengar tersentuh dan ia dengan rela hati membuka hati dan menjadi seorang percaya. Namun dengan berjalannya waktu saya menyadari bahwa “trick” saya tersebut, tidak ubahnya seperti seorang salesman yang menawarkan produk sebuah perusahaan. Kadang saya melihat jiwa baru atau seorang belum percaya tak ubahnya seorang pelanggan yang perlu saya yakinkan untuk membeli “produk” saya. Saya mengandalkan kemampuan dan kecakapan diri sendiri, padahal seseorang datang pada Kristus karena pekerjaan Roh Kudus melalui diri kita. Kita tidak boleh membatasi cara kerja Roh Kudus dengan “cara kita sendiri”. Dia dapat melakukan banyak hal melalui diri kita untuk menyentuh jiwa-jiwa yang terhilang.

Salah satunya adalah dengan “mendengarkan”. Saya teringat saat kami menggembalakan sebuah jemaat di Surabaya, kami tinggal di daerah pinggiran wilayah Barat. Kala itu putra kami, Philip, hendak masuk playgroup, sesudah mencari kesana kemari di wilayah kami tinggal ternyata tidak ada sekolah Kristen. Ada sebuah sekolah dari sebuah denominasi gereja namun biayanya terlalu mahal bagi kami. Meskipun kami sudah mengatakan bahwa kami keluarga rohaniwan dan jemaat yang kami layani bukanlah gereja kaya namun tetap tidak ada kompensasi sama sekali. Lalu kami pun berdoa, dimana putra kami harus masuk sekolah. Di dekat rumah kami, ternyata ada sebuah playgroup yang baru saja buka. Mereka baru merenovasi sebuah rumah menjadi sekolah, istriku, Novie, pergi kesana dan menanyakan biaya dan program yang ada. Semuanya baik ternyata sekolah ini adalah bagi umum namun semua tenaga pengajarnya berasal dari agama lain.
Novie bertanya pada saya,”Pa, gimana nih, sebab sekolah ini semua pengajarnya beragama lain? Apakah Philip akan baik-baik saja?”
Saya menjawab,”Segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita, pasti ada maksud dan tujuan, Ma. Kalau memang Philip dapat diterima di sana anggaplah hal ini sebagai hal yang positif dimana kita dapat jadi terang dan garam di tengah mereka.”
Akhirnya Philip bersekolah di sana, setiap hari Novie mengantarnya ke sana. Hari lepas hari ketika hubungan makin akrab dan dalam, ternyata banyak guru Philip, beberapa orang di bagian tata usaha bahkan pemilik sekolah yang datang pada Novie untuk mencurahkan isi hatinya, bertukar pikiran dan meminta konseling. Mereka tahu bahwa kami keluarga rohaniwan yang berlainan kepercayaan dengan mereka namun mereka datang pada kami untuk meminta masukan.
Philip bersekolah di tempat itu sampai tamat Taman Kanak-Kanak, pemilik sekolah tersebut merasa diberkati dan memberikan apresiasi atas “pelayan pribadi” kami bagi semua jajaran staf sekolah tersebut yang kami kerjakan secara alamiah saja seperti hubungan sehari-hari. Ia tidak memungut biaya SPP putra kami, itu merupakan bentuk apresiasi yang dapat ia berikan pada keluarga kami.
Bahkan tidak sampai di situ saja, saat kami mengalami kedukaan saat adik Philip, Regina meninggal. Mereka ada di samping kami, mereka mengatakan selama ini kami selalu ada di sisi mereka kala duka mendera....kini mereka ingin membalas kebaikan tersebut sebagai seorang “saudara”.
Suatu kali Novie bercerita ada satu mata pelajaran dimana salah seorang guru mengatakan bahwa Allah-lah yang menciptakan dunia lalu putra kami menyela,”Bu guru, kata Papa dan Mama, Tuhan yang menciptakan dunia ini.” Lalu guru-nya pun meralat jawabannya,”Iya, Philip, Tuhan dan Allah, menciptakan dunia ini.”
Sekolah yang tadinya sangat kental nuansa “agama lain” kini berubah, lebih banyak anak-anak Tuhan menyekolahkan putra-putri mereka di sana. Kami berdoa dan percaya, benih kebenaran yang kami bagikan melalui kehidupan kami tidak sia-sia. Sampai suatu hari Roh Kudus akan bekerja dalam diri mereka dan mereka akan beroleh keselamatan. Kami menabur dan saudara seiman lainnya yang akan Tuhan pakai untuk menuai.
Semuanya dimulai dengan mendengarkan keluh kesah orang-orang yang ada disekitar kami. Kami tidak menghakimi mereka, tidak menyebarkan gosip namun melihat mereka sebagai jiwa yang membutuhkan Tuhan dan mereka berharga di mataNya.

Kisah lain adalah saat saya melayani seorang yang berprofesi sebagai pengawal pribadi (body guard) dan pelaut yang terkenal mudah marah, terlibat okultisme dan pemabuk pula. Sebuah kombinasi yang cukup rumit untuk dilayani.
Suatu hari putranya, William (ia adalah jemaat kami), berbincang dengan saya dan menanyakan mengenai perbedaan ilmu hitam dan ilmu putih. Kami mendiskusikan hal tersebut panjang lebar dan lalu saya meminjamkan sebuah buku yang membahas masalah tersebut. Dimana dalam buku tersebut diterangkan bahwa baik ilmu hitam maupun ilmu putih tetap keduanya bersumber dari setan. Rupanya ketika pulang sang ayah dari jemaat kami ini melihat dan membaca buku yang saya pinjamkan. Hingga lalu beliau marah terhadap saya, sebab ia mempercayai bahwa ilmu putih yang dia miliki itu untuk kebaikan. Sebagai anak dari Sulawesi Utara, ia merasa bahwa opo-opo yang ia miliki bukanlah untuk kejahatan namun untuk kebaikan dan terlebih ini sudah diturunkan turun temurun dari nenek moyang.
Hingga suatu ketika saat saya berkunjung ke rumah itu, ia menceramahi, memarahi dan memaki saya. Saya tidak mau bertikai dan membuat suasana jadi tambah kacau, jadi saya diam saja. Setelah hampir satu jam ia melampiaskan kemarahannya, akhirnya ia masuk ke dalam rumah dan meninggalkan saya dengan putranya. Putranya meminta maaf atas apa yang telah diperbuat sang ayah, dan saya mengatakan,”Tidak apa-apa, William (bukan nama sebenarnya). Dalam pelayanan kita harus siap menghadapi berbagai karakter orang. Don’t worry be happy (Jangan kuatir bersukacitalah).”
Di hari yang lain saya datang ke rumah itu, William tidak ada di rumah, tapi sang ayah rupanya ada di rumah. Wajahnya yang garang ia nampakkan, tapi saya membalas dengan senyuman hingga air wajahnya berubah tidak menjadi tegang lagi. “Hai Dave, William belum pulang, tapi ayo masuk, kita ngobrol-ngobrol dulu.”
Akhirnya setelah berbicara basa-basi, Oom Ben (bukan nama sebenarnya) bercerita tentang masa kecilnya yang keras. Ayah Oom Ben merupakan seorang perwira polisi yang sangat disiplin dan menerapkan aturan militer di rumah. Ia mengalami “child abuse” (kekerasan terhadap anak), ada suatu peristiwa ketika ayahnya menelanjanginya di halaman rumah disaksikan warga setempat, ia digantung, disiram air dan dipukuli sang ayah. Hingga sejak kecil ia sudah merancang bahwa bila sudah dewasa akan pergi dari rumah dan menjadi pelaut.
Belum lagi saat ayahanda dari Oom Ben meninggal, kedua kakaknya menipu dia. Mereka meminta Oom Ben untuk menandatangani sebuah blanko kosong, saat itu ia tengah mabuk berat hingga tanpa berpikir panjang memberikan tandatangan. Ternyata beberapa minggu kemudian ia menyadari telah ditipu oleh kedua kakaknya sendiri. Di atas blanko kosong itu dibuat sebuah pernyataan bahwa dia menyerahkan semua hak warisnya pada kedua kakaknya.
Rasa sakit hati menoreh sangat dalam, ia coba untuk melupakannya dengan minum-minuman keras. Ia pergi kesana kemari, mencari ilmu dari nenek moyang agar tidak mudah disakiti oleh siapapun.
Dari sanalah saya dapat mengerti mengapa Oom Ben ini menjadi pribadi yang sangat keras dan pemarah. Orang-orang di lingkungannya sangat takut dan enggan bersitegang dengan beliau. Sebab beliau merupakan pribadi yang meledak-ledak dan dapat dengan sangat mudah untuk melakukan kekerasan.
Pejabat-pejabat dari daerah beliau sering kali meminta pelayanan beliau sebagai pengawal mereka saat bertugas di ibukota negara pada khususnya atau Pulau Jawa pada umumnya. Beliau adalah seorang yang disegani pada dunianya saat itu, dunia preman.
Minggu demi minggu berlalu, setiap minggu saya bergaul dan menjadi teman berbincang Oom Ben. Tanpa saya sadari ternyata hal itu berdampak dalam kehidupannya, William putranya, menceritakan pada saya bahwa ayahnya mulai berubah perangainya. Bila di lingkungan ada acara persekutuan doa, kini ia mengikutinya, tiap hari ia coba berdoa dan membaca Alkitab.
Ternyata kala ia mencurahkan isi hati, kepedihan, luka-luka di masa lalunya pada saya. Ia mengalami sebuah pemulihan, dimana Roh Kudus secara perlahan tapi pasti mulai membalut luka-lukanya.
Pada akhirnya beliau menerima Kristus sebagai Tuhan Juruselamatnya, melepaskan semua ilmu-ilmu yang dulu sangat ia banggakan dan termasuk semua kebiasaan buruknya yang mengikat dia selama ini. Ia berhenti mabuk bahkan berhenti merokok, ia menjadi seorang yang sentimentil, pribadi yang menyenangkan dan ayah yang baik bagi anak-anaknya. Bahkan kakek yang penuh perhatian dan kasih sayang bagi cucu-cucunya. Beliau tetap setia mengiring Tuhan sampai pulang ke rumah Bapa beberapa tahun yang lalu.

Semuanya dimulai dari “pelayanan telinga”, hanya mendengarkan keluh kesah mereka, bersimpati atas apa yang terjadi dalam hidupnya, memberikan saran atau komentar praktis yang tidak menggurui siapapun dan mendoakan mereka setiap hari agar Roh Kudus bekerja dalam kehidupan mereka.

Shalom,
Blog ini merupakan bagian dari pelayanan dunia maya (e-ministry) dari Eagles Nest Ministries dan pelayanan pastoral (e-church) Eagles Nest Fellowship. Pelayanan kami memiliki visi untuk “Memberitakan Kabar Baik, memuridkan dan mengutus setiap anak Tuhan untuk ‘menjadi gereja’ dimanapun mereka berada”.
Pelayanan kami fokus pada penginjilan, missi penanaman gereja, pemuridan dan memperlengkapi tubuh Kristus. Kerinduan kami dapat mengutus setiap anak Tuhan untuk dapat menjadi terang dan garam dimanapun mereka berada sebagai saksi Kristus hingga Kerajaan Tuhan ditegakkan dan diperluas.
Pelayanan kami berada di bawah naungan Tuhan Yesus Kristus, di dunia kami merupakan utusan Injil dari lembaga United Christian Faith Ministries.
Bagi saudara seiman yang mau konseling, turut terlibat pelayanan, mendoakan, bersahabat dengan kami atau menyalurkan dana untuk perluasan Kerajaan Tuhan dapat menghubungi kami di 081330135643 atau email: davebroos@yahoo.co.uk atau melalui Facebook (Dave Broos). Sedangkan bagi mereka yang mau mendukung pelayanan ini melalui dana dapat menyalurkannya melalui Bank BCA no rek 0081824788 atas nama Dave Broos.
God bless you all,
Salam dan doa,
Ps. Dave Broos




Tidak ada komentar: