Selasa, 09 Agustus 2011

MY FATHER’S HAND COULD FIX ANYTHING


MY FATHER’S HAND COULD FIX ANYTHING
By: Ps. Dave Broos
PERJUMPAAN PERTAMA SAAT SMA
“Dave..Dave…”terdengar suara temanku Widy memanggilku. “Ada apa, Wid?” tanyaku. Kulihat wajahnya yang emosional,”Lihat ini anak-anak SMAN tadi menyerangku.” Widy menunjukkan seragam dan sabuknya terkena sabetan senjata tajam. Emosiku langsung naik ke ubun-ubun,”Kurang ajar, ayo panggil anak-anak kita labrak sekolahan itu.”
Segera kupanggil semua teman gengku di sekolah untuk bersiap menyerang SMAN yang telah berani menginjak martabat sekolah kami, SMAK DAGO. Deru sepeda motor beriring-iringan membelah kota Bandung dari arah sekolah kami di Dago menuju Buah Batu, semua persenjataan telah dipersiapkan, termasuk batu dan bom molotov. Bagai orang kesetanan, saat memasuki wilayah SMAN tersebut tidak pandang bulu entah siswa pria atau wanita atau siapa pun yang coba menghalangi kami, maka kami langsung menghajar. Kulemparkan bom molotov ke arah parkiran sepeda motor dalam kompleks sekolah tersebut, dan sebuah bom lagi kulemparkan ke pos satpam. Siswa yang berlarian keluar dan mencoba kabur menggunakan sepeda motor, kami kejar hingga terjatuh dan kami hajar. Tiba-tiba sebuah sepeda motor lain coba kabur dan kami mengejarnya. Aku yang berada di boncengan sepeda motor, terus menghajar siswa SMAN menggunakan double stick. Tiba-tiba kawanku, Rahmat yang mengemudikan sepeda motor berseru,”Dave awas!” Ia berhasil menghindari sabetan sebilah celurit (senjata khas dari Madura), tetapi aku tak bisa menghindar hingga tertusuk di dada sebelah kiri…Crepp..rasanya sakit seperti terhantam sebuah benda keras. Tiba-tiba kulihat bajuku sobek dan darah keluar dari dadaku seperti pipa ledeng yang pecah membasahi baju seragam sobatku Rahmat. Tubuhku mulai lemas akibat banyaknya darah yang keluar, seorang sobatku Sugih segera memeluk diriku dari belakang agar tak terjatuh dan bersama Rahmat membawaku ke rumah sakit Bungsu (Bala Keselamatan). Namun akibat lukaku yang cukup parah, aku harus dipindahkan ke rumah sakit St Borromeus Bandung. Saat itu kumeminta Sugih kawanku memanggil adik Mama-ku, Howard.
Howard datang tergopoh-gopoh dari tempat kerjanya dengan wajah kuatir dan cemas. Saat itu kutergolek tak berdaya dengan wajah pucat pasi akibat luka yang dalam. Saat itu ku tak sadarkan diri. Howard menemaniku di mobil ambulans, aku maupun Howard bukanlah orang yang taat beragama namun saat ia melihat terbujur tak berdaya, ia pun mulai berdoa sebisanya agar Dave keponakannya ini tidak meninggal.
Saat ku dibawa masuk UGD Rumah sakit St Borromeus, aku hanya samar-samar melihat kesibukan dokter dan tenaga medis yang bekerja menolong dan berjuang untuk hidupku. Saat itu tiba-tiba aku kehilangan kesadaran kembali. Aku seolah tersadar di tempat lain yang sangat gelap dan seolah-olah ada suatu kekuatan yang menyeretku ke arah sebuah tempat yang seperti nyala api. Ada rasa takut dan ngeri yang menghantam diriku. Selama ini aku tidak mempercayai adanya neraka ataupun setan, sebelumnya aku berpikir kalau sudah mati ya sudah selesai. Sebab itu aku tidak peduli dengan nyawaku saat itu. Tetapi peristiwa itu mulai membuat kutersadar bahwa ada kehidupan sesudah kematian. Dalam keadaan tak sadarkan diri itu, aku berteriak-teriak,”Tuhan..Tuhan.. kalau memang ada Tuhan, engga tahu Tuhan dari agama apa, tolong aku…aku engga mau masuk neraka..” Beberapa saat kemudian, kutersadar dan kembali berada di ruang UGD, bersiap memasuki ruang operasi.
Ini merupakan pengalaman pertamaku berjumpa dengan “sesuatu yang Ilahi”. Saat kuceritakan pada teman-temanku di geng, mereka mulai memandangku dengan wajah tak percaya. Peristiwa tersebut merupakan pengalaman pertama bagiku yang sulit untuk dilupakan tetapi benarkah itu Tuhan? Atau hanya kebetulan saja? Atau semua peristiwa di ruang UGD hanya efek samping obat-obatan dan alkohol yang kukonsumsi? Kalau Tuhan itu ada dan nyata, Tuhan yang mana? Sebab ada begitu banyak agama, mana yang harus kuikuti? Tapi pengalaman itu sangat nyata……..membuatku tersadar bahwa ada kehidupan setelah kematian dan ada pribadi atau sosok yang disebut TUHAN.
PERJUMPAAN KEDUA BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN
Malam yang dingin di kota Bandung, suasana begitu sepi . teman-teman se-gengku pun satu persatu pergi hingga aku pun memutuskan untuk pulang. Kumasuk rumah dan duduk di dalam kamarku yang hanya berukuran 3 x 4 dan mulai mengusir malam yang sunyi itu dengan hentakan lagu cadas dari grup Metallica. Pikiranku menerawang dan hatiku gundah untuk menentukan langkah selanjutnya dalam kehidupanku. Kusulut sebatang rokok sambil kuteguk Vodka langsung dari botol untuk menenangkan pikiranku.
Dalam benakku timbul banyak pertanyaan, mengapa diriku sampai terjerumus begitu jauh dalam lembah hitam? Bagaimana aku dapat keluar dari lingkaran setan ini, kehidupan sebagai anggota geng, pecandu alkohol dan narkoba? Siapa yang akan percaya pada diriku? Siapa yang akan menolongku keluar dari lembah hitam ini? Kalau aku keluar dari lembah hitam, masih adakah orang yang mau mnerima dan percaya padaku? Kusudah menyatakan niatku untuk bertobat tetapi Mama-ku hanya tersenyum dengan sinis dan tidak mempercayaiku. Bila Mama yang telah melahirkan diriku sendiri tak percaya, siapa lagi yang mau percaya?
Aaaarrghhh!!!!!!! Prang……botol Vodka kubanting menghantam dinding dan membasahi poster grup musik cadas Motley Crue yang menempel di dinding kamarku. Rasa amarah, frustasi dan bingung memenuhi pikiran dan perasaanku. Kuberseru dalam hatiku,”Kalau memang ada Tuhan Yang Hidup dan nyata, tolonglah aku! Aku ini bingung kemana harus melangkah dan pada siapa harus percaya. Kalau memang Tuhan itu ada, tolonglah aku. Oh Tuhan yang pernah mengembalikan aku dari kematian tolonglah aku.” Kuhempaskan tubuhku ke atas tempat tidur dan terlelap.
Saat kutengah terlelap tidur, tiba-tiba kudengar suara petir yang sangat keras berdentum hingga kuterhenyak bangun dan kulihat kilatan petir yang terang benderang dari langit menghantam bumi di malam yang gelap itu. Jantungku berdetak sangat kencang, aku sangat terkejut sebab suara halilintar itu begitu keras. Tiba-tiba aku tersadar, aku tidak berada di dalam kamarku. Aku berada di sebuah lembah yang sangat gelap, aku merasakan rasa ngeri yang sulit untuk dilukiskan. Dalam hatiku, aku mulai mengeluh,”Duh dimana lagi aku ini?” Aku benar-benar ketakutan saat itu, kurasakan ada sebuah kekuatan jahat yang mendekati diriku dalam bentuk awan hitam yang pekat. Awan hitam itu datang dan coba meliputi diriku seolah ada angin yang sangat dingin berhembus dan rasanya sampai ke dalam tulang belulangku terasa udara yang sangat dingin. Rasa ketakutan semakin menjadi-jadi, tubuhku gemetaran oleh karena rasa takut. Tiba-tiba dikejauhan aku melihat seberkas cahaya kecil, yang semakin lama semakin terang. Awan hitam yang tadinya meliputi diriku berangsur menghilang, rasa takut yang tadinya menguasai diriku kini berganti dengan rasa damai sejahtera yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Tiba-tiba terdengar suara dari arah cahaya terang benderang itu,”Dave, sebentar lagi Aku datang sudah siapkah engkau menyambutKU?” Lalu seketika itu juga kutersadar dari tidurku. Aku mengalami kebingungan dengan pengalaman tersebut. Apakah yang sebenranya terjadi? Apakah ini pengaruh narkoba dan alkohol yang aku konsumsi hingga berhalusinasi ataukah ini benar-benar Tuhan?
Selama ini aku kurang percaya akan hal yang bersifat dunia roh atau hal-hal yang tak masuk logika. Hingga saat itu juga aku keluar kamar untuk memastikan bahwa cuaca tidak sedang hujan. Ternyata subuh itu, cuaca cerah dan saat kulihat Mama baru bangun dan hendak menyapu rumah, segera kutanyakan,”Ma, barusan ada geledeg (petir) gede ya?” Mama pun menjawab,”Geledeg apaan, ada-ada aza kamu mah.” Apa yang baru kualami tidak masuk akal sehatku, kalau pun ini mimpi, ini merupakan mimpi yang tak terlupakan sebab sangat nyata kejadiannya. Namun saat itu, kusimpan mimpi itu dan tak menceritakannya pada siapapun, sebab ku tak mau jadi bahan guyonan. Tapi ini merupakan kejadian kedua aku berhubungan dengan “sesuatu yang Ilahi”.
PERJUMPAAN KETIGA SAAT DI RUMAH SAKIT
“Oh my God..”lagi-lagi aku harus masuk rumah sakit St Borromeus akibat kebiasaan burukku mengkonsumsi Vodka hingga organ dalam terluka, akibatnya buang air besar sakit dan yang keluar adalah darah. Dokter menyatakan aku sakit typhus dan harus bedrest. Sebelumnya aku sudah terkena gejala typhus tetapi karena tidak betah harus istirahat di rumah maka aku sering kelayapan bersama gengku. Alhasil dengan sukses aku tambah parah sakitnya. Saat itu aku terbaring di tempat tidur, pagi itu aku terbangun oleh suara lonceng gereja yang berdentang, kulihat para biarawati berjalan menuju kapel gereja dan trdengar suara mereka menyanyikan lagu pujian pada Tuhan. Sinar mentari pagi muncul pula dari balik jendela dan menyoroti wajahku. Seolah Tuhan menyapaku,”Selamat pagi, Dave.” Kawan sekamarku yang baru saja terjaga langsung menyalakan tape-nya dan terdengar lantunan lagu Guns N Roses,”Knockin on heaven’s door”. Tiba-tiba saat kudengar lagu tersebut, aku mulai bertanya-tanya,”Kalau hari ini aku mati, apakah Tuhan mau membukakan pintu bagi seorang pendosa seperti aku?” Sekeluarnya aku dari Rumah Sakit, aku mulai membulatkan tekad untuk mencari tahu lebih dalam mengenai Tuhan. Tuhan dari agama mana yang merupakan Tuhan yang Hidup dan Peduli?
PEMBICARAAN DENGAN PARA SAHABAT PENAKU
Lily Setiawati merupakan salah seorang sahabat penaku dari Sidoarjo, Jawa Timur. Dia sering berbagi mengenai aktivitasnya di gereja dan sering mengirimkan traktat atau buku saku rohani. Aku sering menerimanya, tapi sejujurnya semuanya hanya kutumpuk di meja belajarku. Namun ada sebuah traktat kirimannya yang menarik hatiku, berjudul Charlie Coulson, Pemuda Kristen Pemukul Genderang. Dalam traktat tersebut diceritakan seorang dokter Yahudi yang bertugas di rumah sakit saat perang saudara terjadi di Amerika Serikat. Dalam sebuah pertempuran di Gettysburg, seperti biasa dokter ahli bedah itu melayani para prajurit yang terluka dan salah satunya adalah seorang pemuda Kristen bernama Charlie Coulson. Saat itu ia harus diamputasi lengan dan kakinya tetapi ia menolak untuk diberikan obat bius atau pun meminum brandy (sejenis minuman keras). Pernyataan Charlie yang seolah menusuk kalbu saya adalah,”Dokter, ketika saya berumur sembilan setengah tahun, saya telah memberikan hati saya pada Kristus. Sejak itu saya belajar untuk percaya dan menyerah kepadaNYA. Saya tahu, bahwa sekarang pun saya dapat mempercayaiNYA. Dialah kekuatanku. Dia akan menguatkan saya, apabila dokter memotong kaki dan tangan saya.” (Traktat Charlie Coulson terbitan LDM). Aku terharu membaca kesetiaan Charlie pada Tuhan Yesus dan imannya yang tanpa kompromi. Dalam benakku terlintas bagaimana ia dapat seteguh itu pada Tuhan?
Di hari yang lain aku bertanya pada temanku Lily,”Apakah itu iman?” Lalu ia menjelaskan bahwa iman itu percaya.
“Percaya pada siapa,Li?”tanyaku.
“Ya percaya pada Tuhan, Dave.”sambungnya.
Kutarik napasku dalam-dalam,”Itu yang sulit, Li.” Dalam benakku berkecamuk pikiran, bagaimana aku bisa mempercayai sesuatu yang tidak nampak?
“Seperti apakah Tuhan itu, Li?”tanyaku.
“Tuhan itu seperti seorang Bapa.”jawabnya.
Tiba-tiba emosiku tersulut mendengar kata “Bapa”. “Kalau Tuhan itu seperti bapa…sih makasih, gua engga mau percaya ama Tuhan yang engga kelihatan. Babe gua ada dua tapi semuanya rese (menyebalkan), itu bapa yang bisa gua pelototin. Yang di depan muka aza kalau janji kagak pernah nepatin apalagi yang engga keliatan.”
Bila menilik ke belakang, kata “ayah” atau “bapa” atau “papa”, memang sangat melukai diriku. Tidak seperti anak pada umumnya yang terlahir dari sebuah lembaga pernikahan, aku terlahir akibat hubungan seks pra nikah antara mama-ku dengan kekasihnya. Luarbiasanya setelah ia tahu mama-ku hamil, ia melarikan diri. Meski pun sudah diketemukan bahkan dihajar habis-habisan oleh keluarga mama-ku, pemuda itu (ayah biologisku) tetap tidak menikahi mama-ku bahkan ia menikahi wanita lain. Jadi setiap kali mendengar kata Bapa, yang langsung terlintas adalah pengecut dan tidak bertanggungjawab.
Pengalaman kedua, adalah saat mama-ku menikah kembali saat aku berusia 10 tahun. Ayah tiriku merupakan seorang bujangan hingga mungkin apa yang ia pikir baik untuk mendidik anak ternyata menyakitiku. Disiplin keras dan kata-kata negatif yang ia maksudkan untuk melecut aku menjadi pria yang kuat malah menjadi bumerang. Setiap kali ia marah, ia seringkali menyebut saya “anak haram”. Ia sering menjanjikan sesuatu bila aku bisa meraih ranking di sekolah, tetapi tiap kali aku mencapainya jangankan janji tersebut ditepati, raportku dilihat pun tidak. Hingga timbul kesan kembali saat kudengar kata Bapa, sebagai pribadi yang keras, berpikir negatif dan sering ingkar janji. Berulangkali aku diusir dari rumah akibat kebengalanku bersama geng-ku hingga sering berurusan dengan pihak polisi. Hingga timbul kesan tiap kali mendengar kata Bapa…..siap-siap diusir!!!!
Pembicaraan mengenai topik iman dan Tuhan terhenti sebab aku sudah emosi dan tidak mau meneruskan pembicaraan tersebut.

Liana Suherman, merupakan sahabat penaku yang lain dari Bogor. Ia seorang mahasiswa IPB saat itu dan kita sering berbagi dan bertukar cerita. Liana seang sekali mengisahkan kehidupan kristianinya bagaimana ia mendapatkan banyak bimbingan dari Kak Yer (Pdt Yeremia Riem almarhum) dan Kak Bambang (Pdt Bambang Widjaja). Seringkali ia bercerita mengenai keikutsertaannya dalam gereja yang saat itu baru dirintis, Gereja Kristen Perjanjian Baru. Liana banyak bercerita mengenai berbagai aktivitas gereja, yang pada saat itu tidak aku mengerti.
Dia begitu bersemangat menceritakan bagaimana gereja dimana ia berjemaat seperti sebuah keluarga. Bagiku kata keluarga merupakan hal yang menyakitkan, sudah sering bila orangtua kesal maka aku diusir meski pun nanti mama-ku akan meminta adiknya, Howard untuk mencari diriku yang biasanya tinggal berpindah-pindah di rumah teman bahkan pernah menggelandang di terminal atau taman kota.
Saat kumendengar kata gereja, aku merasa apakah benar ada gereja yang seperti keluarga dan mau menerima orang seperti aku? Kuteringat saat kuingin tahu tentang Tuhan dan memasuki sebuah gereja, tiba-tiba seorang majelis gereja menghalangi diriku untuk masuk.
“Mau apa kamu ke sini?” Matanya melotot melihat penampilanku dari atas sampai ke bawah. Ia memandangi celana jeans belel, kaos hitam, rompi kulit, rambut gondrong dan anting yang kukenakan.
“Apakah saya boleh ikut beribadah di sini?’
“Maaf ya, orang model kamu, ga boleh masuk gereja. Ga tahu sopan santun. Dan saya tahu kamu ke sini hanya untuk meracuni anak-anak muda gereja. Kamu mau jualan ganja khan.” Ucapnya sambil menunjukkan jarinya di wajahku. Seandainya aku tidak ingat aku ada di depan rumah ibadah dan di depanku adalah majelis gereja, mungkin sudah kupukul dia.
Geng-ku, saat itu merupakan keluargaku. Aku bisa menjadi diriku sendiri tanpa perlu menjadi orang lain. Kebanyakan dari anggota geng merupakan anak-anak yang terluka di rumah dan membentuk “keluarga sendiri”. Saat aku ditangkap polisi, mama-ku tak peduli tetapi kawan-kawan se-gengku melongok diriku di tahanan dan membawakan segala keperluanku. Saat aku diusir dari rumah, mereka membuka pintu rumahnya, saat aku lapar mereka memberi aku makan, saat aku haus mereka memberi aku minum. Dalam suka maupun duka kami bersama. Satu orang sukses semua senang, satu orang disakiti semua merasa disakiti.
Pergumulan dalam diriku, kalau memang Tuhan itu ada, bagaimana aku bisa mengenalinya? Setiap orang yang coba menjelaskan tentang siapa Tuhan itu malah membuatku tambah bingung. Aku tidak mengerti kata iman atau percaya, aku hidup di lembah hitam dimana aku tidak bisa mempercayai seorang pun. Aku bingung saat mendengar kata Tuhan itu seperti Bapa sebab aku punya pengalaman buruk dengan ayah kandung maupun ayah tiriku, bagaimana pula aku bisa mengenal Tuhan bila aku ditolak masuk gereja, dan bagaimana aku bisa punya keluarga rohani bila untuk ikut ibadah saja sudah dilarang masuk?
GOD ENCOUNTER (PERJUMPAAN DENGAN TUHAN)
Dalam kebimbanganku itu, akhirnya aku coba berdoa.
“Tuhan, kalau Kau memang ada tolong Dave ini, Dave harus kemana?”
Siang itu aku tidak tahu mau kemana, aku naik sebuah angkot menuju daerah Dago. Biasanya aku membeli Vodka di sebuah toko di daerah tersebut, namun bukannya berhenti di toko itu, aku malah berhenti di sebuah Toko Buku Kristen, Kalam Hidup.
Saat kuberada di depan toko buku Kristen tersebut, aku coba melihat ke kiri dan kanan, siapa tahu ada teman se-gengku. Ada rasa malu saat itu bila ketahuan teman-temanku kalau aku ingin bertobat. Saat kudekati toko buku itu, aku terkejut saat melihat sebuah poster Kebaktian Kabangunan Rohani KKR yang dilayani oleh Pdt. Jeremia Riem. Dalam hatiku,”Oh..ini yang si Liana sebut-sebut Kak Yer.” Acara akan diadakan di Gelora Saparua menurut info dalam poster. Ada tulisan pada poster itu, harap membawa undangan.
“Waduh, ini acara apaan sih, pake harus bawa undangan segala..ngerepotin banget.” Gerutuku sambil masuk ke dalam toko.
Kulihat dibagian kasir ada seorang staf yang berasal dari Papua, saya lalu bertanya,”Siang Broer, saya mau minta undangan untuk acara Kebaktian nanti sore, masih ada khan?”
Ia pun menjawab,”Wah sayang sekali, undangan sudah habis.”
Akhirnya aku pun melangkah dengan lunglai pulang dari toko buku tersebut, dan lupa mampir untuk membeli minuman keras. Pikiranku mulai menerawang merindukan damai yang sejati. Tapi di sisi lain aku mulai berpikir untuk mengurungkan niat pergi ke acara KKR itu sebab tak memiliki undangan. Tapi ada dorongan yang begitu besar agar ku menghadiri acara tersebut. Dalam hati kupikir lucu juga ya, biasanya kalau mau nonton Persib (klub sepakbola Bandung) atau nonton konser rock dan pas tidak memiliki uang maka aku akan coba berbagai cara untuk masuk secara gratis. Kuingat-ingat acara pukul 6 sore, jadi sekitar pukul 4 sore aku sudah masuk ke lokasi acara bersama dengan orang-orang yang membawa properti panggung dan perlengkapan lainnya. Ku duduk di pojokan gedung olahraga itu agar tidak nampak oleh panitia.
Tepat pukul 6 sore ibadah dimulai, sempat aku bingung melihat ibadah yang menggunakan peralatan standar band. Sebab bayanganku ibadah hanya boleh menggunakan orgel atau piano dan ibadah berjalan sunyi sepi. Ibadah sore itu sangat berbeda, orang-orang mengekspresikan sukacita dan kehangatan. Ada yang menari dan rata-rata bertepuktangan dengan sangat bersemangat. Dalam hati-ku, “Wah lumayan juga kalau ibadahnya model gini. Seru juga kayak nonton konser God Bless (grup musik cadas Indonesia)”. Mendekati pemberitaan firman Tuhan, worship leader menaikkan suatu pujian…”Tuhan hadir di bait suciNYA..Tuhan ada di tahtaNYA….” Tiba-tiba ada perasaan damai memenuhi hatiku….perasaan yang sama seperti dalam mimpi atau penglihatan yang kedua…..”Apakah ini sungguh KAU, TUHAN?” Air mata hampir menetes dari mata-ku, tetapi tiba-tiba aku teringat kata-kata ayah tiriku,”Cuman laki-laki banci aza yang nangis.” Hingga kutahan diriku agar tidak meneteskan air mata.
Pemberitaan firman Tuhan pun dimulai, Kak Yer, malam itu menyampaikan khotbah dari Lukas 18:9-14, perumpamaan tentang orang Farisi dengan pemungut cukai. Khotbah yang ia sampaikan sangat menarik dan tidak membosankan. Hingga kuterus mendengarkan khotbah itu secara seksama. Selama ini aku berpikir bahwa Tuhan hanya tertarik pada mereka yang hidup benar dan taat ke tempat ibadah. Namun pola pikir itu runtuh saat kumendengar bahwa Tuhan lebih berkenan pada orang yang menyadari dosanya dan mau berubah daripada mereka yang merasa dirinya benar oleh karena “ketaatannya melakukan hukum-hukum agama”. Lebih lagi kusangat terharu saat mengetahui Tuhan Yesus mati bagi setiap orang berdosa dan bukan bagi orang yang benar. Di akhir khotbahnya, Kak Yer, menyatakan,”Tahukah saudara bahwa Tuhan Yesus mati di atas kayu salib karena IA sangat mengasihimu?” Tiba-tiba kata-kata “IA SANGAT MENGASIHIMU”……menusuk kalbuku. Seumur hidupku, bahkan mama-ku tidak pernah menyatakan bahwa ia mengasihiku baik secara verbal maupun sikap seperti memeluk atau mencium. Kusegera tersadar inilah yang kudambakan yaitu KASIH YANG SEJATI. Lebih lagi sebagai seorang anak geng, hal paling keren dan heroik bagi kami adalah ketika “seseorang” diantara kami rela menderita bahkan mati bagi rekan satu geng-nya tanpa berkompromi. Hingga saat kutahu Tuhan Yesus mati di atas kayu salib bahkan bagi diriku yang bukan siapa-siapa (bukan orang Kristen) selain orang berdosa.Kini aku sudah tak dapat menahan airmataku, bukan lagi menetes tetapi aku menangis seperti anak kecil. Kusudah tak peduli lagi meski penampilan seperti seorang rocker tapi menangis sesegukan. Kurasakan kasih Tuhan begitu nyata dalam diriku.
Saat Kak Yer melakukan altar call bagi mereka yang mau menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, tanpa ragu kusegera melangkahkan kakiku ke arah mimbar. Sudah tak perduli bagaimana hidupku selanjutnya, yang terpenting aku sekarang menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat hidupku. Saat itu pula dari atas mimbar Kak Yer menyampaikan bahwa diantara mereka yang maju ke depan akan Tuhan pakai sebagai alatNya.
GOD’S CALLING
Kuteringat saat menanggapi panggilan Tuhan, aku saat itu tengah kuliah semester 5 di STBA Yapari Bandung di Fakultas Bahasa Jerman. Sambil kumengerjakan tugas kuliahku, aku berdoa,”Tuhan apakah yang harus kulakukan selanjutnya?” Tiba-tiba seolah ada suara yang berbicara dengan begitu jelas dalam hatiku hingga kupikir itu suara seseorang berbicara langsung di telinga,”Tinggalkan semua kesia-siaan hidup ini dan pergilah melayani di ladang Tuhan.” Aku sangat terkejut hingga kupikir ada seseorang di dalam kamarku, aku pun segera keluar kamar dan memeriksa sekeliling rumah tapi tak ada seorangpun. Hingga aku pun percaya bahwa itu pasti Tuhan.
Setelah bergumul sekian lama, aku pun kembali berdoa pada Tuhan darimana dan kemana aku harus mulai melayani Tuhan. Setelah berdoa, aku tidak mendapatkan jawaban apa-apa. Aku pun berjalan-jalan siang itu dan akhirnya mampir di Toko Buku Kristen Kalam Hidup. Saat tengah melihat-lihat buku yang ada di atas rak. Tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah buku karangan DR. H.L. Senduk berjudul Kuasa Doa. Cover buku itu menggambarkan Petir yang menyambar dalam kegelapan, hingga langsung mengingatkan diriku pada mimpi atau penglihatan sebelum aku bertobat. Akhirnya aku memutuskan untuk membeli buku tersebut. Mungkin ada jawaban bagi pergumulan doaku.
Kubaca buku itu secara seksama mengenai kuasa dan berbagai cara doa, pada akhir buku tersebut disebutkan mengenai pertumbuhan jemaat GBI yang berkembang di Jakarta dan Surabaya. Tiba-tiba aku merasakan bahwa untuk memulai kehidupan baruku, aku harus keluar dari kota Bandung. Meski aku sudah lahir baru tapi sulit bagiku untuk sungguh-sungguh bertumbuh dalam Tuhan sebab lingkunganku di Bandung tidak mendukung. Jakarta atau Surabaya? Jakarta begitu dekat dengan Bandung dan geng-ku pun sudah merambah ibukota, jadi kemana? SURABAYA? Tapi aku tak kenal seorang pun disana??
Seumurhidupku aku tak pernah merantau, apakah ini rencana Tuhan atau hanya ideku saja? Tidak bisakah panggilan ini ditunda dulu, sampai aku lulus jenjang S-1? Aku coba berbicara dengan mama mengenai apa yang kualami dan apa yang hendak kulakukan untuk sepenuh waktu melayani Tuhan. Saat mama mendengar rencanaku, ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya,”Kamu gak abis make obat atau minum lagi khan?” sambil meninggalkan diriku.
Kuberdoa kembali,”Tuhan susah banget mau tobat dan hidup benar. Apakah ini benar panggilanMU?” Tiba-tiba kurasakan Tuhan berbicara dalam hatiku,”Dave, jangan pandang manusia atau lembaga gereja, kau bisa kecewa. PANDANGLAH AKU SEBAB AKU TAK AKAN PERNAH MENGECEWAKANMU.”
Saat itulah kuputuskan untuk mengemasi barangku dalam ransel dan memulai perjalanan rohaniku bersama Tuhan di kota Pahlawan Surabaya. Di kota inilah aku ditempa dan belajar banyak hal. Dari memulai pelayanan sebagai “hanya” seorang koster/ cleaning service gereja sampai akhirnya Tuhan percayakan untuk merintis gereja dan menggembalakan dari tahun 1998-2005 GKB Cinta Kasih Bangsa (Indonesian Christian Centre). Dulu aku disebut bodoh karena meninggalkan bangku kuliah demi Tuhan-ku, tetapi Tuhan-ku di dalam Yesus Kristus membuka peluang bagi diriku untuk menimba ilmu dan mendapat beasiswa dari Negeri Belanda dan Amerika Serikat.

PRESENT DAY (SAAT INI)
Tidak terasa itulah peristiwa 20 tahun yang lalu, perjalanan hidupku bersama dengan Tuhan bagaimana IA telah menangkapku dan kini membentuk diriku menjadi alatNYA untuk menyelamatkan dan memuridkan generasi yang terhilang. Saat kusudah nyaman menggembalakan jemaat tiba-tiba Tuhan kembali berbicara dalam hatiku,”Dave, AKU memanggilmu untuk menjadi gembala bagi kaum terbuang. Mereka yang mencari diriKU tetapi tak dapat masuk dalam gereja, mereka yang memiliki pengalaman seperti dirimu. Ingin mengenal Tuhan tapi terbentur birokrasi gereja. Bila mereka tidak dapat pergi ke gereja maka AKU mengutusmu membawa gerejaKU bagi mereka.”
“Oh my God.” Itu reaksi pertamaku. Haruskah aku meninggalkan penggembalaan ini dan memulai pelayanan yang baru? Kubergumul dalam hatiku, sampai seorang seniorku, Pastor Christopher K dari Zoe Ministries – Malaysia datang dan menyampaikan sebuah nubuatan,”Dave, kumelihat kau seperti Daud di dalam Gua Adulam. Kau akan dikelilingi oleh orang-orang yang dianggap buangan dan pecundang, orang yang penuh luka dalam bathin mereka. Tuhan akan pakai dirimu untuk menjadikan mereka pahlawan-pahlawan Tuhan.” Setelah kuberdoa dengan istriku bagaimana dan dimana kami harus memulai pelayanan baru ini. Tuhan memberikan konfirmasi agar kami pindah ke kota Bandung. Begitu pula teman kami, Morria Nickles dari pelayanan Shadow of The Cross (sebuah pelayanan bagi kaum subkutur di Amerika Serikat) dan Mama Wolf (dari gereja bagi kaum Gothic – Amerika Serikat) meneguhkan panggilan tersebut pula.
Kini kami merintis pelayanan Eagles Nest Ministries di kota Bandung, kami merintis dan menggembalakan gereja bagi “kaum terbuang”. Gereja bagi mereka yang yang kemungkinan sulit untuk masuk dalam gereja pada umumnya. Teman-teman pelayanan saya, mungkin menganggap saya sudah gila meninggalkan kenyamanan dan kemapanan sebagai Gembala Sidang untuk melayani “kaum terbuang” yang sulit untuk dihadapi. Tetapi itu tidak menyurutkan kami untuk tetap melayani panggilan tersebut, sebab kami melayani Tuhan dan bukan mengejar kenyamanan semata.
Tuhan mengingatkan diriku, siapa Dave Broos dulu. Seorang yang sulit untuk dilayani hingga banyak orang sudah menyerah TETAPI Tuhan melakukan intervensi secara langsung untuk menyelamatkan seorang Dave. Kini DIA memanggil seorang Dave untuk melayani “kaumnya sendiri”.
Ada perasaan tak berdaya bagaimana aku bisa jadi alat Tuhan bagi kaum terbuang ini. Apakah aku sanggup? Dapatkah aku menjadi teladan dan bapa bagi generasi terhilang ini? Hingga tiba-tiba sebuah lagu karya GLAD terdengar….”MY FATHER’S HAND COULD FIX ANYTHING IN MY WORLD..” Segera kutersadar….Dave tak mampu tetapi TUHAN dalam Dave mampu untuk memperbaiki segala sesuatu yang rusak dalam diri setiap orang. Tuhan yang dulu memilih diriku, Dave, yang dianggap sampah masyrakat dan aib dalam keluarga. Dengan kasihNYA, IA memungut aku dari “tempat sampah” dan mendaur ulang sampah itu menjadi alat yang berharga bagiNYA………IA juga akan sanggup mengubah setiap orang yang dianggap sampah dan aib untuk menjadi bejana kemuliaanNYA. SEBAB TANGAN BAPA-KU SANGGUP MEMPERBAIKI APAPUN DI MUKA BUMI INI.













Tidak ada komentar: