CAKRAWALA: MELAYANI TUHAN DI SAMPING SUAMI ANDA
Entah membagikan
buletin gereja setiap hari Minggu atau bergabung dalam pelayanan
internasional yang sangat besar, semua orang Kristen memang dipanggil
untuk melayani Allah dan gereja-Nya sesuai dengan kapasitas
masing-masing. Akan tetapi, kehidupan pernikahan memunculkan
pertimbangan dan kesulitan lebih banyak ketika harus membedakan
bagaimana dan di mana kita melayani. Dalam sebuah kutipan dari bukunya,
"A Wife After God's Own Heart", Elizabeth George memberikan nasihat
kepada para istri untuk melayani Allah bersama pasangan.
Bagaimana
seorang istri menolong suaminya dalam melayani Tuhan? Bagaimana seorang
istri melayani Tuhan jika suaminya tertinggal di belakang? Dan,
bagaimana seorang wanita melayani Tuhan jika suaminya bukan orang
Kristen?
1. Mulailah melayani orang-orang yang ada di rumah terlebih dahulu.
Selama
bertahun-tahun, saya memiliki moto pribadi yang saya pegang setiap kali
saya mendapat kesempatan untuk melayani orang lain dan gereja saya.
Moto tersebut berbunyi, "Jangan berikan sesuatu kepada orang lain
sebelum Anda memberikannya terlebih dahulu kepada orang-orang di rumah
Anda." Ungkapan ini mengingatkan saya pada prioritas yang diberikan
Allah setiap hari. Saya harus melayani suami dan anak-anak saya, yaitu
memberikan kasih sayang saya kepada mereka yang ada di rumah terlebih
dahulu. Setelah itu, baru membagikannya kepada orang lain -- bukan
sebaliknya. Saya tahu, mudah sekali membalikkan urutannya. Demikian juga
dengan wanita-wanita lain seperti Anda dan saya. Sebagai contoh,
akhir-akhir ini, saya berbicara dengan seorang wanita yang telah
mengundurkan diri dari posisi ketua komisi kaum wanita di gerejanya.
Mengapa? Dia mengatakan bahwa dia mengundurkan diri dari posisinya
karena prioritasnya tidak jelas. Dia memberi tahu saya bahwa baginya
lebih mudah dan lebih berguna melayani wanita-wanita di gereja daripada
memenuhi semua kebutuhan kedua anaknya yang sudah masuk pendidikan
prasekolah dan suaminya yang ada di rumah.
Wanita lain yang
melayani sebagai pemimpin musik dan pujian, serta penyanyi solo di salah
satu persekutuan saya, meninggalkan persekutuan karena ia merasa
bersalah akibat prioritasnya yang salah (bahkan, dia sudah berjalan ke
telepon umum untuk menelepon suaminya dan meminta maaf kepadanya!).
Lalu, ia memberi tahu saya bahwa tadi pagi, ketika dia berpamitan kepada
suaminya sebelum meninggalkan rumah untuk menghadiri seminar "A Woman
After God's Own Heart", dia benar-benar ingin mengucapkan kata
"berpisah". Dia memberi tahu suaminya bahwa dia tidak akan kembali,
selamanya. Syukurlah, dia pulang ke rumah sepulang dari seminar "A Woman
After God's Own Heart"!
Dalam kedua kasus tersebut,
wanita-wanita di atas memberikan apa yang jelas-jelas tidak mereka
berikan kepada keluarganya kepada orang lain. Namun, saya menyebut dua
orang ini, "luar biasa!" karena mereka menyadari prioritas mereka yang
salah. "Puji Tuhan!" mereka mau melakukan hal yang benar. Sebagai istri,
Anda harus melayani suami Anda lebih dahulu sebelum melayani orang
lain. Hal yang penting di sini bukan apa yang dipikirkan jemaat tentang
Anda, tetapi apa yang dipikirkan keluarga Anda tentang Anda. Bukan apa
yang dibutuhkan orang-orang di gereja, tetapi apa yang diperlukan
keluarga Anda di rumah. Itulah tugas, prioritas, dan hak istimewa istri!
Istri-istri
yang terkasih, ketika orang-orang dan segala hal yang ada di rumah
dirawat, dikasihi, dilayani, dan diurus baik-baik, hal itu juga akan
terbawa ketika kita melayani di gereja, serta merawat dan memedulikan
orang lain. Itulah yang dimaksud dengan istri yang berkenan di hati
Allah.
2. Melayanilah dengan restu dan dukungan suami Anda.
Jika
dan ketika Anda benar-benar ingin mendaftarkan diri dalam sebuah
pelayanan atau menjadi sukarelawan untuk menolong beberapa urusan di
gereja, tolong -- saya tekankan lagi, tolonglah -- mintalah izin kepada
suami Anda terlebih dahulu. Hubungan Anda dengan suami Anda, kepatuhan
Anda pada keinginannya dalam pernikahan Anda dan dalam kepemimpinannya
atas Anda berdua sebagai pasangan, serta pelayanan Anda kepadanya harus
"seperti kepada Tuhan" (Efesus 5:22) dan harus dilakukan "dengan segenap
hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia" (Kolose 3:23).
Saya
secara pribadi membuat kebijakan untuk tidak pernah melakukan apa pun
atau mengambil proyek apa pun tanpa meminta masukan, pendapat, ide, dan
persetujuan suami saya, Jim. Ini bukan karena saya takut kepada Jim atau
memandangnya seperti figur orang tua. Bukan. Saya melakukannya karena
saya lebih menghargai hubungan dan persahabatan yang kami miliki sebagai
pasangan daripada keinginan saya untuk melakukan apa yang saya
inginkan. Jadi, jika waktu saya digunakan untuk pelayanan, demikian juga
waktu Jim. Jika uang saya digunakan untuk pelayanan, demikian juga uang
Jim. Jika stres saya memengaruhi (seperti stres yang saya alami ketika
pertama kali mendaftarkan diri untuk mengajar di kelas Alkitab bagi kaum
wanita), stres tersebut tertular terhadap hidup Jim juga.
Anugerah
Allah mengalir seiring ketaatan saya terhadap standar Allah bagi saya
sebagai seorang istri, yaitu untuk menghormati suami saya dengan
menghormatinya terlebih dahulu (Roma 12:10), menganggapnya lebih utama
daripada diri saya sendiri (Filipi 2:3), dan sedapat mungkin hidup
dengan damai bersama suami saya (Roma 12:18). Oleh karena itu, saya
meminta pendapat dan persetujuan Jim untuk segala sesuatu, termasuk
kesempatan-kesempatan dalam pelayanan. Saya tidak pernah menginginkan
diri saya berada pada posisi penting dalam pelayanan (dalam segala hal)
tanpa dukungan suami saya. Maka dari itu, saya hanya melayani dengan
restu dan dukungan suami saya. Dengan begitu, saya dapat melayani dengan
hati yang lega. Mengapa? Karena saya tahu Jim memimpin, dan berdoa
untuk saya. Kami bersama-sama menyediakan dan menetapkan sebagian waktu
dan energi kami yang berharga untuk pelayanan, yang artinya ini
merupakan pelayanan bersama. Tentu saja, setelah itu kami
mengevaluasinya. Namun, saya lebih sering membuat komitmen pelayanan
hanya jika di dalam hati saya tahu bahwa saya mendapatkan dukungan
suami.
Apa yang harus dilakukan istri jika suaminya mengatakan
tidak (percayalah kepada saya, Jim pun sering kali berkata tidak)? Jika
Anda menjadi istri dari suami yang seperti itu, saya katakan Anda harus
bersyukur kepada Allah. Suami Anda adalah kunci yang membantu Anda untuk
tetap memegang prioritas karena masukannya dapat menjadi alarm ketika
ada hal-hal yang tidak seimbang. Arahannya adalah cara Allah menuntun
Anda. Jadi, ketika Jim mengatakan tidak, saya pribadi bersyukur kepada
Allah untuk suami yang mau memimpin dan memberi tanggapan. Setelah itu,
saya menolak kesempatan pelayanan tanpa sakit hati. Mengikuti kehendak
Allah dengan mengikuti kepemimpinan suami membuat saya, dan pelayanan
saya, tetap berada di tengah kehendak Allah. Pernyataan "tidak" dan "ya"
dalam area pelayanan sama-sama merupakan kehendak dan arahan Allah.
3. Melayanilah sebisa Anda.
Ketika
Jim dan saya mulai ke gereja sebagai pasangan Kristen, kami tidak tahu
apa pun tentang bagaimana kami melayani Tuhan, tentang Alkitab, atau
tentang karunia rohani. Namun, dengan hati yang bersyukur kepada Juru
Selamat, kami tahu kami ingin melakukan sesuatu. Jadi, kami melakukan
segala sesuatu yang dapat kami lakukan! Kami mencuci piring setelah
beramah-tamah dengan orang banyak. Kami menata kursi, melipat kursi,
menumpuk kursi, dan memindahkan kursi ke tempat ibadah. Kami meletakkan
lagu-lagu himne di bangku gereja dan membersihkan debu di ruang ibadah.
Kami mencuci cerek dan panci saat pertemuan berlangsung. Kami menyapa
orang yang datang untuk beribadah, memimpin kelompok Pemahaman Alkitab
di rumah kami, mengantar jemaat-jemaat yang sudah lanjut usia ke gereja,
membangun stan-stan yang longgar untuk pekan raya anak-anak, mengecat
dan membersihkan taman, dan membantu memasang langit-langit kantor
ketika ada penataan ulang di gereja kami. Satu per satu, daftar
pelayanan berbagai bidang terus ditambahkan. Kami tidak perlu memiliki
keahlian khusus untuk mengerjakan pelayanan-pelayanan yang luar biasa
ini. Kami hanya perlu melakukannya dengan hati yang melayani.
Berikutnya,
setelah kami bertumbuh dalam pengetahuan akan firman Allah, pelayanan
kami pun ikut berkembang. Kami mengikuti kursus pelatihan untuk menjadi
konselor dan mulai melayani di ruang doa setelah ibadah. Kami mengikuti
kelas penjangkauan penginjilan dan bergabung dengan pelayanan
perkunjungan. Kami mengikuti kursus pelatihan untuk guru sekolah minggu
dan mulai membantu melayani anak-anak di kelas-kelas. Kami mengikuti
kelas pelatihan pemuridan dan mulai melayani orang lain satu per satu.
Kami mengikuti beberapa kursus pemahaman Alkitab dan mulai membagikannya
di kelompok-kelompok kecil. Dan, selama mengikuti semua pelayanan dan
kelas-kelas serta mengalami pertumbuhan rohani, kami menggunakan rumah
kami. Setiap orang, siapa pun mereka, akan disambut di rumah kami, baik
orang-orang yang berasal dari tempat-tempat di sekitar kami atau dari
daerah lain di seluruh dunia!
Akan tetapi, bagaimana jika suami
Anda tidak menginginkan Anda untuk melayani dengan cara-cara seperti
ini? Pertimbangkanlah apa yang dapat Anda lakukan dalam situasi Anda.
Saya tidak dapat menyebutkan bagi Anda, berapa banyak wanita yang saya
kenal, yang membuat kue untuk pelayanan ... dari rumah. Wanita-wanita
yang menyiapkan makanan untuk orang lain ... dari rumah, yang menelepon
untuk mengatur beberapa pelayanan atau mengecek orang-orang yang
bertugas ... dari rumah, yang menulis surat-surat dan catatan-catatan
yang menguatkan ... dari rumah, yang mengetik daftar informasi gereja
... dari rumah, dan tentunya yang berdoa untuk orang lain di gereja dan
orang-orang di seluruh dunia ... dari rumah. Cara-cara untuk menolong
dan melayani dari rumah benar-benar tidak terbatas -- apabila Anda
memiliki hati untuk melayani Tuhan!
Akhir kata, melayanilah sebisa Anda! (t/S. Setyawati)
Diterjemahkan dan disunting dari:
Nama situs: Crosswalk
Alamat URL: http://www.crosswalk.com/family/marriage/serving-the-lord-next-to-your-husband-1329676.html
Judul asli artikel: Serving the Lord Next to Your Husband
Penulis: Elizabeth George
Tanggal akses: 18 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar