TOKOH MISI: ISOBEL KUHN
Hati Isobel membara saat mendengar
tantangan J. O. Fraser akan datang ke China dan membagikan Injil kepada
suku Lisu di sana. Dengan penuh perhatian, Isobel mendengarkan
penjelasan Fraser bahwa orang-orang Lisu belum pernah mendengar tentang
Allah yang hidup dan yang sangat mengasihi mereka. Mereka pun belum
pernah mendengar tentang Yesus yang sanggup menyelamatkan mereka dari
hukuman dosa. Lebih dari itu, suku ini bahkan tidak memiliki ungkapan
dalam bahasa mereka untuk menyebut pengampunan, belas kasihan,
pertobatan, kasih, atau keadilan. Sebaliknya, mereka memiliki ratusan
ungkapan untuk menjelaskan cara paling efektif untuk menguliti manusia
hidup-hidup. Selain itu, suku ini selalu hidup dalam ketakutan terhadap
roh-roh. Mereka hidup dalam takhayul dan memiliki dukun untuk
berhubungan dengan roh-roh serta melakukan praktik-praktik sihir demi
menenangkan roh-roh itu. Didorong oleh belas kasihan kepada orang-orang
yang belum pernah ditemuinya ini, Isobel berkata kepada Tuhan, "Tuhan,
aku bukanlah seorang lelaki, tetapi aku akan pergi ke sana! Ya, aku akan
pergi!"
Beberapa tahun sebelumnya, Isobel Miller (yang sering
dipanggil Belle) tidak pernah bermimpi untuk meninggalkan segala
kenyamanan di rumah demi memberitakan Kristus kepada orang-orang yang
belum pernah mendengar tentang Dia. Saat itu, Amerika sedang mengalami
masa yang disebut "The Roaring Twenties" (masa keemasan Amerika selama
tahun 1920-an, berakhir pada tahun 1929 -red.) dan Belle sangat
menikmati setiap menitnya. Apalagi, saat itu ia adalah seorang mahasiswa
kehormatan yang terkenal cantik dan sangat populer dalam bidang teater
dan tari di University of British Columbia.
Belle lahir pada
tanggal 17 Desember 1901 di Toronto, Kanada. Meskipun kedua orang tuanya
adalah orang Kristen (ayahnya bahkan seorang penginjil awam
Presbiterian), Belle pernah menyatakan diri sebagai seorang agnostik
setelah dipermalukan oleh seorang pengajarnya di depan kelas karena
percaya terhadap kisah penciptaan menurut Alkitab. Namun, setelah
mengalami masalah dengan seorang pria yang ia harap akan menikahinya,
Belle mulai tenggelam dalam depresi. Ia mulai menyadari bahwa dunia
tidak dapat memberinya sukacita. Pada suatu malam, Belle bahkan berniat
untuk melakukan bunuh diri, tetapi saat itulah ia mulai memohon damai
sejahtera dari Tuhan. Lewat peristiwa ini, Belle kembali kepada iman
Kristen dan mengakui Yesus sebagai Tuhan, dan menjadi semakin dewasa
dalam imannya.
Pada tahun 1924, saat mendengar Fraser berbicara
tentang suku Lisu, Belle tidak dapat kembali kepada kehidupannya yang
biasa-biasa saja. Maka, ia pun menjelaskan kerinduannya untuk menjangkau
suku Lisu kepada kedua orang tuanya. Akan tetapi, orang tuanya justru
menganggap kerinduannya itu fanatik dan egois. Ibunya bahkan sempat
berteriak kepadanya "Langkahi dulu mayatku!" Sebenarnya, ibu Belle
menjabat sebagai ketua lembaga Women's Missionary Society selama
bertahun-tahun dan ia tidak menentang para misionaris, hari itu, ia
hanya menentang keinginan putrinya untuk menjadi misionaris. Kedua orang
tua Belle telah melakukan segala sesuatu yang dapat mereka lakukan agar
Belle mendapatkan pendidikan terbaik dan menyediakan segala sesuatu
untuk kenyamanannya. Keinginannya untuk menjadi misionaris ini
seolah-olah membuang semua yang telah diberikan orang tuanya. Tidak
hanya menganggapnya sebagai anak yang tidak tahu berterima kasih, mereka
memandang Belle sebagai anak yang egois karena pada saat itu ia adalah
tulang punggung bagi keluarga mereka; saudara laki-laki Belle tidak
memiliki pekerjaan sementara ayahnya kehilangan seluruh tabungan seumur
hidupnya dalam usaha bisnis yang gagal. Namun, tak disangka-sangka,
Belle kehilangan ibunya dalam sebuah operasi. Akan tetapi, ia mengetahui
bahwa pada malam sebelum ibunya meninggal, ibunya berkata kepada
seorang sahabatnya, "Belle telah memilih jalan yang lebih baik."
Belle
terus menaati panggilan yang ia tahu berasal dari Allah. Maka, ia
segera mengemasi kopornya dan berangkat ke Moody Bible Institute di
Chicago. Selama di sana, ia bertemu dengan seorang pemuda bernama John
Kuhn yang menarik perhatiannya. Sifat keduanya sangat bertolak belakang,
Belle adalah seorang perempuan yang spontan dan impulsif, sementara
John adalah seseorang yang berhati-hati dan penuh pertimbangan. Namun
demikian, keduanya memiliki visi dan hati untuk melayani China. Pada
tahun 1926, John berangkat ke China bersama lembaga pelayanan China
Inland Mission (CIM), sementara Belle tetap berada di Kanada untuk
dipersiapkan Tuhan melayani di luar negeri. Meskipun demikian, mereka
berdua tetap saling berhubungan melalui surat selama 2 tahun. Pada tahun
1928, setelah memenuhi peraturan CIM yang mengharuskan misionaris baru
untuk tetap melajang selama 2 tahun, Belle berangkat ke China dan
menikah dengan John.
Di China, John dan Belle tinggal di
Chengchiang selama tahun-tahun awal pernikahan mereka. Meskipun
demikian, kata "tinggal" bukanlah ungkapan yang sesuai dengan apa yang
mereka alami. Belle menjelaskan bahwa keadaan mereka saat itu sangat
tidak nyaman. Tuhan sedang mengajar Belle seperti apakah penyangkalan
diri yang sebenarnya. Makanan yang asing, budaya yang asing, kurangnya
privasi, dan semuanya itu harus datang bersamaan ketika ia masih harus
menyesuaikan diri dengan pernikahannya; itu semua adalah harga yang
harus dibayar olehnya karena meninggalkan kenyamanan rumah.
Ia
sempat berbesar hati ketika mendapat kesempatan untuk membagikan Injil
kepada pengunjung pertama yang datang ke rumahnya. Akan tetapi, ia
sangat terkejut ketika salah seorang wanita China itu membuang ingusnya
di selimut kapas miliknya, sementara seorang ibu yang lain mengizinkan
anaknya meludah di karpet Belle yang indah. Setelah menelan rasa
frustasinya, Belle mulai menyadari bahwa rasa sayangnya terhadap
barang-barang kepunyaannya harus segera dihilangkan, jika tidak, ia
hanya akan lebih menghargai barang-barangnya itu daripada jiwa-jiwa yang
datang kepadanya. Meskipun harus terus-menerus berjuang untuk
menyangkal diri, Belle menganggap perjuangannya itu terbayar ketika ia
dapat melihat orang-orang China mendengar Injil untuk pertama kalinya.
Pada
tahun 1930 -- 1932, keluarga Kuhn pindah ke sebuah kota bernama Tali,
di Yunnan. Dari sana, mereka pindah ke Yongping, masih di wilayah
Yunnan, dan menetap di sana selama 2 tahun di bawah bimbingan J. O.
Fraser. Mereka terus berjalan berkeliling untuk membagikan Injil
sekaligus melatih beberapa misionaris baru untuk pergi ke daerah-daerah
yang belum pernah diinjili. Pada tahun 1934, keluarga Kuhn akhirnya tiba
di wilayah orang-orang Lisu; 10 tahun sejak hati Belle terpanggil untuk
melayani mereka. Setelah mempelajari bahwa suku Lisu tidak melakukan
kegiatan apa pun selama musim hujan, Belle mengambil kesempatan itu
dengan mendirikan Rainy Season Bible School yang mengajarkan Injil serta
dasar-dasar kekristenan kepada mereka. Ketika orang-orang semakin
mengenal Tuhan, Belle melatih dan mengutus mereka ke desa-desa sekitar
yang belum pernah mendengarkan Injil. Karena Rainy Season Bible School
ini, orang-orang Lisu akhirnya juga memiliki kerinduan untuk pelayanan
misi sehingga mereka pergi ke suku-suku lain yang pernah menjadi musuh
mereka untuk mengabarkan Injil.
Meskipun mengalami masa-masa
sulit, Isobel melihat buah-buah pelayanannya di antara suku Lisu. Pada
tahun 1950, saat komunis mengambil alih China, Belle dan keluarganya
terpaksa menyelamatkan diri melewati jalan pegunungan yang bersalju
menuju Myanmar. Pada saat mereka melarikan diri, 16 tahun sejak hari
pertama keluarga Kuhn melayani di antara suku Lisu, 3.400 dari jumlah
total 18.000 orang Lisu telah menjadi orang percaya dan 7 suku lainnya
telah diinjili secara langsung oleh para misionaris dari suku Lisu. Hari
ini, sudah ada 200.000 orang Lisu yang menjadi Kristen, mereka adalah
hasil dari pelayanan Isobel dan para misionaris lainnya.
Setelah
meninggalkan China pada umur 50 tahun, Isobel harus membuat keputusan,
apakah ia akan melanjutkan pelayanannya dengan melayani orang-orang Lisu
yang tinggal di Thailand Utara atau tidak. Saat ia bergumul dengan
keputusannya, Isobel berseru kepada Tuhan, "Tuhan, aku lelah! Sekarang,
aku berumur 50 tahun dan dalam 20 tahun terakhir aku telah melihat
perang, dipisahkan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun dari suami dan
anak-anakku, aku juga pernah sakit dan hampir mati. Jika aku pergi ke
Thailand, aku harus mempelajari bahasa yang baru, beradaptasi dengan
lingkungan yang baru, dan membiasakan diri dengan budaya yang baru pula.
Aku hanya ingin duduk di sebuah kursi goyang di teras dan
beristirahat!"
Setelah mengatakannya, Isobel merasa bahwa Tuhan
menjawab seruannya itu, "Belle, apakah kamu benar-benar tidak ingin
melayani-Ku?" Perkataan Tuhan itu cukup untuk membuat Belle kembali
melayani orang-orang Lisu sampai akhir hayatnya.
Kehidupan Isobel
mengingatkan kita bahwa Allah telah terbukti cukup bagi orang-orang
yang mendahului kita dalam menjangkau bangsa-bangsa dengan Injil
Kristus. Isobel dipakai oleh Tuhan bukan karena ia sempurna, terlatih,
atau karena tidak egois. Ia dipakai karena ia menganggap Allah sebagai
pribadi yang berharga dalam kehidupannya, dan karena ia merespons
keberadaan-Nya dengan ketaatan yang mengagumkan. (t/Yudo)
Diterjemahkan dan disunting dari:
Nama situs: History Makers
Alamat URL:
http://www.historymakers.info/inspirational-christians/isobel-kuhn.htmlJudul asli artikel: Biography of Isobel Kuhn
Penulis: Tidak dicantumkan
Tanggal akses: 30 Oktober 2013